Prinsip Konstruksional Pada Konstruksi Prefabrikasi



Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di mana komponen-komponennya diproduksi secara missal dirakit (assemble) dalam bangunan dengan bantuan crane dan alat-alat pengangkat dan penanganan yang lain.
Komponen Struktur Prefabrikasi (Prefabricated Structural Components) dibuat dari beton melalui precast units/precast numbers atau precast elements (unit cetakan) tergantung pada alternative penggunaannya, percetakan dikontrol dengan baik diberi waktui untuk pengerasan dan mencapai kekuatan tertentu yang diingfinkan sebelum diangkat dan dibawa menuju tapak kontruksi sesungguhnya untuk pembangunan. Metode konstruksi yang dibuat dengan menggunakan komponen prefabrikasi secara kolektif disebut sebagai ‘prefabricated contruction (konstruksi prefabrikasi). Konstruksi Prefabrikasi dapat berupa sector aktifitas bangunan utamanya : industrial architecture (Arsitektur industri), General Engineering (Rekayasa struktur secara umum) dan Civil Engineering.
Komponen Struktur Pracetak (Precast Struktural Components), alternatifnya dibuat untuk bangunan pada site tertentu. Kecenderungan ini mengarah  pada pabrik pembuat komponen.
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan untuk desain structural

  1. struktur terdiri dari sejumlah tipe-tipe komponen yang mempunyai fungsi seperti balok, kolom, dinding, plat lantai dll
  2. Tiap tipe komponen sebaiknya mempunyai sedikit perbedaan
  3. Sistem sambungan harus sederhana dan sama satu dengan yang lain, sehingga komponen-komponen tersebut bisa dibentuk oleh metode yang sama dan menggunakan alat bantu yang sejenis
  4. Komponen harus mampu digunakan untuk mengerjakan beberapa fungsi
  5. Komponen-komponen mesti cocok untuk berbagai keadaan dan tersedia dalam berbagai macam-macam ukuran produksi
  6. Komponen–komponen harus mempunyai berat yang sama sehingga mereka bias secara hemat disussun dengan menggunakan peralatan yang sama
Klasifikasi Sistem Pracetak Beton
Sistem pracetak dibagi menjadi dua kategori yaitu Sebagai komponen struktur dan Sebagai system struktur

Prinsip Rancangan Arsitektur


Prinsip Rancangan Arsitektur
  • Fungsional 
  • Kokoh 
  • Estetis 
  • Keselamatan 
  • Kesehatan 
  • Asesibelitas 
  • Berkelanjutan secara lingkungan 
  • Berkelanjutan secara ekonomi 
  • Berkelanjutan secara sosial 
  • Pelestarian benda bersejarah
PRINSIP FUNGSIONAL
Bangunan dapat menampung lebih dari sekedar fungsi (fisik) dengan baik. Pengertian ‘fungsi’ diperluas lagi menyangkut kualitas. 
Rumah tinggal memberikan ketenteraman, kebetahan bagi penghuni. Rumah ibadah memberikan kekhusukan. Toko, restoran memberi kesan mengundang, laku, banyak pengunjung.
Bangunan dituntut untuk menampung kecenderungan pergantian/perkembangan fungsi di masa depan.

Arsitektur Pada Masa Kejayaan Zaman Kolonial di Kota Padang



Judul asli dari Artikel ini adalah "Menengok Kejayaan Zaman Kolonial di Kota Padang" artikel yang bersumber dari TEMPO.CO, yang menulis tentang beberapa Arsitektur bangunan peninggalan kolonial di ranah minang dan juga sedikit banyak ikut mempengaruhi Arsitektur Lanskap Tradisional Minangkabau. simak artikelnya:

TEMPO.CO - Kota Padang menyimpan kenangan sejarah zaman Kolonial Belanda. Kota yang terletak di pesisir pantai barat Sumatera ini sepanjang abad ke-18 dan ke-19 tumbuh menjadi kota dagang, sekaligus kota militer Pemerintahan Hindia Belanda.


Di sepanjang Sungai Batang Arau hingga Pelabuhan Muaro sejumlah bangunan tua jadi saksi bisu jejak kolonial yang tertinggal. Dari Jembatan Siti Nurbaya terlihat jelas sisa-sisa kota tua di Jalan Batang Arau di sisi sungai.

Pada zaman kolonial, Jalan Batang Arau menjadi kawasan perkantoran pemerintahan, perdagangan, dan militer. Di jalan ini berderet bangunan-bangunan tua dan besar bekas kantor pemerintahan, perbankan, dan kantor dagang peninggalan VOC.

Bangunan yang menonjol adalah gedung NHM (Nederlansche Handels-Maatschappij), Padangsche Spaarbank, De Javansche Bank, dan NV Internatio yang didirikan sebelum 1920. Atap bangunan bergaya arsitektur neo-klasik dengan tinggi 24 meter dan berdinding permanen ini berbentuk gambrel dengan dua cerobong pada puncak atap sebagai tempat sirkulasi udara.

NHM adalah kantor dagang swasta yang juga menjadi tempat berkantor beberapa perusahaan swasta, asuransi, dan perbankan. Kini bangunan ini hanya dijadikan gudang oleh PT Panca Niaga. Di seberang gedung NHM ada kantor Bank Indonesia yang dulunya gedung De Javasche Bank. Gedung yang dibangun sekitar 1930 itu bergaya arsitektur tropis dengan bagian puncak atapnya menyerupai atap mesjid.

Masih di Jalan Batang Arau, berdiri kokoh Gedung Padangsche Spaarbank yang didirikan pada 1908. Gedung berlantai dua dengan tinggi 35 meter yang berdiri membelakangi sungai ini bergaya neoklasik yang mendapat pengaruh dari arsitektur art-deco. 

Padangsche Spaarbank sempat dikelola Hotel Batang Arau hingga 2009. Hotel tua ini amat disukai turis asing yang surfing ke Mentawai. Di sebelah Spaatbank terdapat gedung NV Internatio, sebuah perusahaan dagang yang dibangun sekitar 1910. Gedung yang sekarang milik BUMN Cipta Niaga itu berarsitektur neoklasik bercampur modern yang berkembang sebelum 1920. Selain itu masih ada beberapa gedung tua lagi yang masih berdiri. 

Selain di sepanjang Jalan Batang Arau juga masih ada lusinan gedung tua di sebelah selatan. Di antaranya tiga bekas pasar yang dulunya terkenal di pengujung abad ke-19 itu, yaitu Pasa Gadang (Pasar Hilir), Pasa Mudik, dan Pasa Tanah Kongsi. 

Kawasan ini sekarang tak lagi menjadi pasar. Arsitektur bangunan yang unik dengan arsitektur campuran antara Arab, Melayu, Cina, dan Minangkabau masih asli dan terjaga. Sebanyak 74 bangunan di sini dijadikan Pemerintah Kota Padang sebagai benda bersejarah yang dilindungi.

Sumber: TEMPO.CO (TEMPO/Febrianti)

Data Arsitek Jl. 1,2,3 Ed. 33



Data Arsitek Jl. 1 Ed. 33

Sampul DepanErlangga







Download Disini!



Data Arsitek Jl. 2 Ed. 33

Sampul Depan
Erlangga








Download Disini!

Data Arsitek Jl. 3 Ed. 33


Erlangga











 Architects' Data : Ernst and Peter Neufert : ISBN 0-632-05771-8 :PDF : 167 MB

Buku bagi kalangan arsitek menjadi buku pegangan dalam merancang desainnya. Berisi referensi dalam merancang berbagai gedung bangunan, menyediakan data-data mengenai kebutuhan ruang sampai fungsi dan kriteria perencanaan dengan lebih dari 6000 diagram di dalamnya.


Perpaduan Arsitektur Timur Dan Barat


Perpaduan Timur Dan Barat dalam gaya arsitektur saat ini banyak diminati masyarakat. Didunia arsitektur hal tersebut dan sah-sah saja, karena arsitektur merupakn sebuah seni yang dinikmati dan dirasakan oleh penikmatnya sehingga tidak ada batasan dalam dunia arsitektur. seterti artikel yang dikutib dari okezone.com berikut:

East meet West (Foto: astudioarchitect.wordpress)
Gaya East (Timur) meet West (Barat) sering diaplikasikan di hunian karena dapat mengakomodasi tidak hanya dua gaya desain rumah, juga seni dan budaya yang unik. Tampilan akhirnya, rumah menjadi segar, menawan, dan tak lekang waktu.

Dalam penerapannya, unsur Timur biasanya identik dengan segala sesuatu yang berbau etnik, sedangkan falsafah Barat ditampilkan lewat desain yang cenderung simpel dan modern. Arsitektur rumah modern dapat dihiasi sentuhan etnik pada interiornya. 

Sementara, kesan etnik diwakili oleh pemilihan pernak-pernik atau furnitur bernapaskan tradisional yang dicuplik dari daerah-daerah tertentu. ”Arsitektur dengan konsep East meet West adalah elemen budaya dalam satu desain arsitektur,” ujar arsitek Andry Hermawan.

Menurut dia, yang digunakan dari kultur East kebanyakan dari tampilan arsitektur China dan Jepang. Ornamen yang digunakan pada jendela, pintu, bahkan lampunya menggunakan arsitektur dari China. Adapun unsur West biasanya menggunakan konsep budaya dan seni dari negara-negara di daratan Eropa, seperti Spanyol, Portugis, dan Belanda. 

Saat ini ada juga arsitek dan desainer interior yang menerjemahkan konsep East meet West dengan mengarah pada gaya desain kontemporer. Sebab, aliran ini pada dasarnya adalah juga bagian dari perpaduan antara pengaruh modern dan budaya etnik daerah. Banyak gedung yang dibangun dengan gaya modern dan mengacu pada gaya internasional, yang bagian interiornya mendapat sentuhan seni dari Timur.

Sementara pada rumah tinggal, dewasa ini banyak kita temui arsitektur bergaya Eropa, tapi tetap mengaplikasikan unsur Jawa sebagai aksen pintu, jendela, dan furnitur. Begitu pun sebaliknya. 

Sumber :okezone.com

Arsitektur Lanskap Tradisional Minangkabau



Masyarakat tradisi Minangkabau yang agraris telah lama Mengenal, memanfaatkan, memelihara, mengembangkan dan melestarikan tumbuhan, tanaman dan hewan untuk berbagai keperluan kehidupan. Punya aturan dan cara tersendiri agar tidak saling memusnahkan, sebagai penjabaran dari ajaran adatnya; alam takambang jadi guru. 

Perilaku dan perbuatan harus berpunca kepada alam. Kehidupan manusia dan alam berada dalam keseimbangan dan perimbangan, saling memerlukan dan diperlukan. 

Manusia memerlukan tumbuhan, tanaman dan hewan untuk hidupnya, tanaman dan hewan memerlukan manusia untuk pengembangan dan pemeliharaannya. 

Ketika masyarakat tradisi memasuki era modernisasi, kehidupan yang lebih mengarah pada eskploitasi dan jasa. Tumbuhan, tanaman dan hewan dilihat sebagai sesuatu yang harus dieksploitasi semaksimal mungkin untuk kepentingan manusia. 

Tanpa mempertimbangkan hubungan antara alam dan manusia yang harus saling menjaga, seimbang, berimbang dan memerlukan. 

Fungsi tumbuh-tumbuhan, tanam-tanaman dan hewan menjadi berubah. Tidak lagi sebagai bagian dari alam, tetapi sebagai pelengkap dari kehidupan manusia.Dengan arti kata, konsepsi keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam, bergeser menjadi konsepsi penaklukan manusia terhadap alam.

Dari titik penaklukan inilah, mulai timbulnya ketidakseimbangan antara alam dengan manusia. Alam ditaklukkan dengan nafsu dan kerakusan berlebihan. “Alam” memperlihatkan kerusakannya akibat penaklukan itu. 

Hilangnya berbagai species hewan dan tumbuhan yang berguna bagi kehidupan manusia. Munculnya species-species baru yang tidak toleran, menyebabkan manusia harus membuat racun-racun pembunuh yang sekaligus juga membunuh manusia itu sendiri secara perlahan. 

Dalam konteks “ketidakseimbangan” antara manusia dan alam yang kini melanda dan sekaligus mengancam kehidupan, kita perlu menoleh kembali pada pola pelestarian yang telah dilakukan masyarakat secara tradisi. Terutama pada penempatan posisi manusia dan alam. Bagaimana masyarakat tradisi Minangkabau itu dengan kearifan yang dimilikinya menempatkan diri sebagai “manusia” di tengah-tengah “alam” dan menempatkan “alam” dalam kehidupannya.

Pola pelestarian yang dimiliki masyarakat tradisi Minangkabau secara tertulis dapat ditemukan pada berbagai kaba seperti pada kaba Cindua Mato, Anggun Nan Tongga, Sabai Nan Aluih dan lainnya. Walaupun dalam teks kaba itu tidak diuraikan secara jelas dan khusus, namun ada kalimat atau ungkapan yang dapat dijadikan rujukan.Juga pada pantun-pantun atau pepatah-petitih. 

Pola pelestarian tersebut masih dapat dirujuk pada kebiasaan/tradisi yang masih berlaku dan dijalankan oleh kelompok-kelompok masyarakat tradisi pada berbagai negeri di Minangkabau.

Terutama dalam upacara-upacara mendirikan rumah gadang, menaiki rumah gadang, adat perkawinan dan penobatan penghulu. Pola pelestarian ini dapat juga ditemukan dalam rencana tatanan tanaman pekarangan Istana Basa Pagaruyung yang terbakar karena petir dan sekarang sedang dibangun kembali. Walaupun susunan tanaman pekarangan itu masih memerlukan kesempurnaan, namun dapat membantu, sebagai pembanding dari teks yang ditemukan dalam berbagai cerita rakyat.

Istano Silinduang Bulan
Teks lain sebagai pembanding adalah buku panduan dari Istano Si Linduang Bulan Pagaruyung yang dibakar orang dan sekarang sedang dibangun kembali, terutama menyangkut nama-nama ukiran yang terdapat di rumah gadang tersebut.

Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang arsitektur lanskap Minangkabau, ada baiknya kita tinjau keberadaan Rumah Gadang sebagai salah satu bentuk budaya Minangkabau dalam arsitektur.

Arti dan Fungsi Rumah Gadang

Rumah Gadang
Rumah Gadang adalah sebuah bangunan tempat tinggal, mempunyai banyak kamar, ruang tengah yang luas dengan bentuk bangunannya yang khas. Selain tempat tinggal, rumah gadang juga dijadikan sebagai

Arsitek AS Paling Banyak Nganggur


Tulisan ini dikutip seutuhnya dari situs kampus.okezone.com, bukan bermaksud apa-apa, cuma rada miris membaca hasil penelitian yang dilakukan, bahwa tingkat pengguran tertinggi di Amerika berasal dari lulusan jurusan arsitektur, artinnya arsitek AS banyak yang nganggur. . Baca saja artikelnya:google9c09980c12e5753d.html

WASHINGTON - Laporan sebuah penelitian di Amerika Serikat menyebutkan, arsitektur merupakan jurusan dengan tingkat pengengguran tertinggi di negara tersebut. 

Arsitektur menempati porsi sekira 13,9 persen dalam data tingkat pengangguran. Data ini merupakan hasil penelitian terbaru yang dirilis oleh Pusat Pendidikan dan Tenaga Kerja Georgetown University di Amerika Serikat.

Secara umum, laporan ini menyebutkan bahwa jumlah pengangguran tertinggi adalah lulusan jurusan non-teknik, seperti arts (seni dan arsitektur) sebesar 11,1 persen, serta humaniora dan liberal arts (9,4 persen).

Humaniora mencakup jurusan ilmu sosial seperti komunikasi, hukum, dan sastra. Sementara liberal arts mencakup sejarah, ilmu politik, dan psikologi. Untuk lulusan kesehatan atau pendidikan, tingkat penganggurannya hanya 5,4 persen.

“Jika jurusan Anda terdengar seperti profesi, misalnya jurusan teknik di mana Anda akan menjadi teknisi, maka Anda akan berada dalam bentuk yang baik,” kata Direktur Pusat penelitian, Anthony P Carnevale seperti dikutip dari Chronicle, Kamis (5/1/2012).

Secara umum, para insinyur memang memiliki prospek kerja yang baik, namun khusus untuk lulusan teknik sipil dan mesin, angka penganggurannya tetap tinggi.

Namun laporan ini memperingatkan, tidak selamanya jurusan dengan pengangguran rendah meraup pendapatan dengan jumlah yang tinggi. Disebutkan bahwa jurusan ilmu kesehatan, science, dan bisnis, angka penganggurannya relatif lebih rendah dan pendapatannya tinggi. Tapi untuk lulusan pendidikan, psikologi, dan kerja sosial, walau angka penganggurannya rendah, penghasilannya tidak tinggi.

Survei ini dilakukan kepada mahasiswa perguruan tinggi di Amerika yang lulus pada 2011 dengan rentang usia 22 hingga 26 tahun. Laporan disusun berdasarkan data dari Biro Sensus Amerika, yang fokus pada pendapatan yang dihasilkan jurusan kuliah dan pekerjaan.

Terlepas dari jurusan yang dipilih, Carnevale meyakini, gelar dari perguruan tinggi masih menjadi penentu mendapatkan pekerjaan.

"Secara keseluruhan, tingkat pengangguran untuk pemilik gelar sarjana adalah 8,9 persen. Sementara angka pengangguran lulusan sekolah menengah atas (SMA) sebesar 22,9 persen dan lulusan SMA yang putus sekolah angka penganggurannya sebesar 31,5 persen," ujarnya menandaskan.

Arsitektur Tradisional Banjar


Rumah Baanjung
Rumah tradisional suku Banjar yang disebut Rumah Banjar (Rumah baanjung). Bangunan merupakan salah satu Arsitektur tradisional Indonesia, dan memiliki ciri-cirinya diantaranya memiliki perlambang, penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris.

Pada umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun beranjung yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah Baanjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, namun demikian beberapa type Rumah Banjar tidak menerapkannya.

Rumah Bubungan Tinggi
Tipe rumah yang paling bernilai tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dipakai untuk bangunan keraton (Dalam Sultan) sama halnya dengan joglo di Jawa. Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi).

Pada perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Rumah di perkampungan itu dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering. Rumah Banjar terdiri Rumah Banjar masa kesultanan banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.

Pondasi sebagai konstruksi paling dasar, biasanya menggunakan kayu Kapur Naga atau kayu Galam. Tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, dengan jumlah mencapai 60 batang untuk tiang dan 120 batang untuk tongkat.Keadaan alam yang berawa-rawa di tepi sungai sebagai tempat awal tumbuhnya rumah tradisional Banjar, menghendaki bangunan dengan lantai yang tinggi sehingga pondasi, tiang dan tongkat dalam hal ini sangat berperan. 

Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai punya nilai magis/sakral. Bagian-bagian rangka tersebut adalah :
  • Susuk dibuat dari bahan kayu Ulin.
  • Gelagar  dibuat dari bahan  kayu Ulin, Belangiran, Damar Putih.
  • Lantai  dibuat dari bahan  papan Ulin setebal 3 cm.
  • Turus Tawing  dibuat dari bahan  kayu Damar.
  • Watun Barasuk  dibuat dari bahan  balokan Ulin. 
  • Rangka pintu dan jendela  dibuat dari bahan  papan dan balokan Ulin.
  • Bujuran Sampiran dan Gorden dibuat dari balokan Ulin atau Damar Putih. 
  • Balabad  dibuat dari bahan balokan kayu Damar Putih.
  • Titian Tikus dibuat dari balokan kayu Damar Putih.
  • Riing  dibuat dari bahan  bilah-bilah kayu Damar putih.
  • Tiang Orong Orong dan Sangga Ributnya serta Tulang Bubungan  dibuat dari bahan  balokan kayu Ulin, kayu Lanan, dan Damar Putih.
  • Kasau  dibuat dari bahan  balokan Ulin atau Damar Putih.
Bagian lantai biasanya menggunakan adalah papan ulin selebar 10 sampai 20 cm, di samping lantai biasa, terdapat pula lantai yang disebut dengan Lantai Jarang atau Lantai Ranggang

Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk menempelkannya. Bahannya dari papan Ulin sebagai dinding muka. Pada bagian samping dan belakang serta dinding Tawing Halat menggunakan kayu Ulin atau Lanan. Pada bagian Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, kadang-kadang dindingnya menggunakan Palupuh.

Atap bangunan biasanya menjadi ciri yang paling menonjol dari suatu bangunan. Karena itu bangunan ini disebut Rumah Bubungan Tinggi. Bahan atapnya terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia.

Ornamentasi berupa ukiran, Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian yang konstruktif seperti tiang, tataban, pilis, dan tangga. Motif ukiran yang diterapkan merupakan pengaruh dari perkembangan peradaban Islam seperti yang digambarkan pada motif flora (daun dan bunga), motif binatang seperti pada ujung pilis yang menggambarkan burung enggang dan naga juga distilir dengan motif flora serta moti ukiran bentuk kaligrafi

Rumah Larik Sebagai Arsitektur Rumah Tradisional Kerinci


Umoh panja/laheik/larik
Rumah tradisional Kerinci, yakni umoh laheik atau umoh panja,yang merupakan salah satu arsitektur tradisional dari Kerinci, kini semakin langka, bahkan bisa dikatakan telah punah dan digantikan oleh rumah-rumah dengan bangunan beton yang permanen. Penyebanya, telah berubahnya pola pikir dan gaya hidup masyarakat menjadi lebih modernis, individualis, dan praktis seperti sekarang, juga karena semakin meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Konsep landscape, Rumah larik dapat dibagi berdasarkan konsep ruang makro, meso, dan mikro. Ruang makro terdiri dari ruang hutan, ruang pertanian, dan ruang pemukiman.

Hutan yang berada di daerah perbukitan dengan kemiringan yang cukup curam tidak diizinkan untuk dimanfaatkan oleh manusia karena berfungsi sebagai daerah resapan dan sumber air bagi pertanian dan pemukiman. 

Ruang pertanian terdiri dari ladang (tanah kering) dan sawah (tanah basah) terdapat di kaki–kaki bukit yang berfungsi sebagai lahan untuk bercocok tanam bagi masyarakat dan sebagai lahan cadangan untuk mendirikan pemukiman baru. Sawah atau tanah basah merupakan tanah adat yang berstatus hak milik pribadi sesuai dengan pembagian yang telah diatur oleh Ninik Mamak

Ruang pemukiman berada dalam area yang disebut tanah “parit sudut empat” yang merupakan batas pemukiman tradisional masyarakat adat dengan pemukiman di luarnya. Status tanah dan rumah dalam parit sudut empat ini berstatus hak milik kaum yaitu milik anak batino dan tidak boleh diperjual belikan.

Pola Rumah larik berjejer memanjang dari arah Timur ke Barat sambung menyambung antara satu rumah dengan rumah di sebelahnya hingga membentuk sebuah larik. Rumah Larik Limo Luhah merupakan salah satu kawasan Rumah Larik yang terdapat dalam wilayah adat Depati Nan Bertujuh Sungai Penuh selain kawasan Rumah Larik Pondok Tinggi dan Dusun Baru.
Rumah ini menerapkan konsep sumbu vertikal (nilai ketuhanan) dan sumbu horisontal (nilai kemanusiaan). Sumbu vertikal terlihat dari pembagian ruang menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah sebagai kandang ternak, bagian tengah untuk tempat manusia tinggal, dan bagian atas untuk menyimpan benda-benda pusaka. Sedangkan sumbu horisontal dapat dilihat dari pembagian ruang dalam rumah yang tidak bersekat dan saling menyatu antara satu rumah dengan rumah di sebelahnya, hal ini mengandung nilai kemanusiaan yang tinggi. Pekarangan rumah pada umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan menjemur hasil pertanian seperti padi. kopi, dan kayu manis.

Umoh laheik, dibangun sambung-menyambung satu dengan yang lainnya sehingga menyerupai gerbong kereta yang sangat panjang, sepanjang larik atau lorong desa, dibangun di sisi kiri dan kanan sepanjang jalan.


Konstruksinya tanpa menggunakan fondasi permanen, hanya tumpukan batu alam tempat tiang ditenggerkan, juga tanpa menggunakan paku, hanya mengandalkan pasak dan ikatan tambang ijuk. Atapnya pada masa awalnya bukan seng atau genteng seperti masa sekarang, melainkan hanya jalinan ijuk. 

Dindingnya dulu adalah pelupuh (bambu yang disamak) atau kelukup (sejenis kulit kayu) dan lantainya papan yang di-tarah dengan beliung. Material-material itu tidaklah memberatkan rumah.

Umoh laheik ini merupakan tempat tinggal tumbi (keluarga besar), dengan sistem sikat atau sekat-sekat seperti rumah bedeng. Setiap keluarga menempati satu “sikat” yang terdiri dari kamar, ruang depan, ruang belakang, selasar, dan dapur.

Setiap sikat memiliki dua pintu dan dua jendela, yakni bagian depan dan belakang. Material pintu adalah papan tebal di tarah beliung. Antara sekat sikat terdapat pintu kecil sebagai penghubung.

Jendela yang disebut “singap” sekaligus merupakan ventilasi angin dibuat tidak terlalu lebar, tanpa penutup seperti layaknya rumah modern saat sekarang, hanya dibatasi jeruji berukir. 

Sementara bagian bawah yang disebut “umin” sering hanya sebagai gudang tempat menyimpan perkakas pertanian, seperti imbeh, jangki, dan jala, atau terkadang juga menjadi kandang ternak seperti ayam, bebek, kelinci, kambing, dan domba. Tak jarang juga dibiarkan kosong melompong menjadi arena tempat bermain anak-anak.

Di bagian atas loteng terdapat bumbungan yang disebut “parra”. Atap di dekat parra itu biasanya dibuat lagi singap kecil yang bisa buka-tutup, yang disebut “hintu ahai” atau pintu hari atau pintu matahari. Di situlah keluarga bersangkutan sering menyimpan “sko” (benda-benda pusaka) keluarga

Di luar rumah, tepatnya di depan pintu, biasanya terdapat beranda panggung kecil yang disebut “pelasa”, yang langsung terhubung dengan jenjang atau tangga. Di situ pemilik rumah sering berangin-angin sepulang kerja. Bahkan, tak jarang para tamu pria sering dijamu duduk di atas bangku sambil minum sebuk kawo dan mengisap rokok lintingan daun enau.

Bagian halaman depan rumah sering dipenuhi oleh tumpukan batu sungai sebagai teras sehingga rumah terkesan tidak berpekarangan. Pekarangan rumah keluarga tersebut sebenarnya berada di halaman belakang yang biasanya sangat luas dan panjang.

Rumah adat Kerinci
Model dan konstruksi arsitektur rumah tradisional Kerinci mencerminkan betapa masyarakat sangat mengutamakan semangat kekerabatan, kebersamaan, dan kegotongroyongan dalam kehidupannya sebagai falsafah pegangan hidup manusia sebagai makhluk sosial.

Arsitektur Tradisional Kerinci


Arsitektur tradisional Kerinci merupakan salah satu identitas dan dapat memberikan gambaran tentang tingkat kehidupan masyarakat kerinci pada waktu itu. Pada arsitektur tradisoinal Kerinci, terkandung secara terpadu wujud ideal, wujud sosial, dan wujud material dari suatu kebudayaan.

Mesjid Agung Pondok Tinggi
Dalam arsitektur tradisional Kerinci benyak sekali nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya. Salah satu contohnya dapat dilihat pada bentuk arsitektur bangunan Mesjid Agung Pondok Tinggi yang dapat memberikan gambaran, betapa tinggi daya cipta dan kreasi masyarakat Kerinci pada waktu itu. Dengan menggunakan bahan yang terbatas, serta peralatan yang sederhana dapat menghasilkan dan membangun bangunan yang agung dan megah pada zamannya.

Selain pengetahuan mengenai konstruksi bangunan, teknik dan cara pembuatan serta karya seni yang dimiliki masyarakat Kerinci, sifat masyarakat yang bergotong royong merupakan beberapa faktor jyang menunjang masyarakat Kerinci dalam mambengun sebuah Bangunan.

Umoh panja/laheik/larik
Tipe rumah tinggal mayarakat kerinci, salah satu contohnya adalah rumah panjang atau yang disebut juga "umoh panja" atau "umoh larik" atau "umoh laheik", yang merupakan bangunan panjang berbentuk panggung yang terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang saling sambung menyambung yang berfungsi sebagai

Konsep Ruang Arsitektur Jepang



Konsep ruang Jepang pada arsitektur Jepang didesain bersifat fleksibel, tidak ada pemisah ruang yang bersifat permanen. Dinding dipisahkan oleh pemisah ruang transparan untuk menunjukan bahwa tidak ada batasan yang jelas antara desain eksterior dan interior. Jika ada beberapa ruang yang tidak bersifat fleksibel berarti raung tersebut sudah disesuaikan dengan fungsi masing-masing ruang.

Pola Grid digunakan pada perencanaan denah rumah tinggal. Pola ini merupakan komponen utama pada perancangan rumah tinggal Jepang yang saling berhubungan.

Pola Grid dimensi ruang
Ukuran standar per-grid kurang lebih 3 feet x 3 feet (1 Feet/kaki = 27,5 cm) dan dimensi standar ruang :
  • Tatami (1 tikar) = 3 kaki x 6 kaki.
  • Alcove (tokonoma) = 3 kaki sampai 6 kaki.
  • Lemari dinding = 3 kaki x 6 kaki.
  • Bath = 6 kaki x 6 kaki.
  • Toilet = 3 kaki x 4½ atau 6 kaki 9lebar).
  • Teras = 3 , 4 ½ atau 6 kaki (lebar).
  • Koridor = 3 atau 4 ½ kaki (lebar).
  • Fusuma = 3 kaki x 6 kaki.
  • Shoji = 3 kaki x 6 kaki.


Ruang dibuat tidak terlalu tinggi karena kondisi iklim di Jepang (4 musim). Ruang pada rumah tinggal Jepang dibuat dengan ketinggian 7 kaki sampai 8 kaki. Pada ruang minum teh ketinggian ruangan dibuat antara 6 sampai 7 kaki. (1 kaki = 27,5 cm).



hall "Genkan"
Entrance hall "Genkan" yang merupakan salah satu ciri dari arsitektur Jepang dan merupakan kebudayaan Jepang, mempunyai ukuran min 10-15 tsubo ( 33-50 sq.m = 356-534 sq.ft). Dapat dikembangkan 10% dari keseluruhan luas lantai. Lantai terbuat dari beton/batu kerikil yang dicampur semen. Ketinggian entrance hall biasanya 1-2 papan kayu dengan maksud untuk membedakan entrance hall dengan ruang keluarga. Biasanya terdapat tempat penyimpanan sepatu yang diletakkan di samping entrance hall.

Ruang Penerima “Zashiki” dan Ruang Tamu “Kyakuma”, Mempunyai ukuran 8 tikar tatami yang didalamnya terdapat alcove (tokonoma) dan rak-rak ornamen. Pada rumah tinggal yang lebih besar runag penerima berubah fungsi menjadi ruang lain dan keduanya dibatasi oleh fusuma.

Ruang Keluarga “Tsugi-No-Ma” Mempunyai fungsi fleksibel (dapat berubah fungsi menjadi ruang makan pada siang hari, ruang tidur anak-anak, dan ruang tidur orang tua (pada malam hari).


Ruang Makan “Shokudo” dan Ruang Masak “Chanoma” berfungsi sebagai tempat makan seluruh anggota keluarga dan tempat minum teh.

Ruang Minum Teh “Chashitsu” , yang berfungsi untuk melakukan upacara minum teh. Ruang ini merupakan ruangan yang bersifat sakral sesuai dengan kepercayaan masyarakat Jepang. Ukuran standar ruang minum teh : 4½ tikar tatami  atau ± 3 kaki x 6 kaki (91,44 x 182,82 cm) dengan tinggi ruang 6 kaki. Ukuran pintu ruang minum teh, tinggi 28 inci = 70 cm dan lebar 24 inci = 60 cm, Pintu yang kecil merupakan simbol keseimbangan dan perdamaian.

Untuk Kamar mandi di Jepang, pada umumnya, didesain dan digunakan secara bersama-sama untuk seluruh anggota keluarga.

Filosofi Arsitektur Jepang


A Compass Rose
Menurut kepercayaan Jepang, arah mata angin mempunyai peran yang penting dalam perencanaan bangunan khususnya ruang dalam dengan menggunakan A Compass Rose. Panduan A Compass Rose ini menentukan sisi baik dan sisi buruk dalam penempatan ruang.
  • Pintu masuk diusahakan berada di Selatan disesuaikan dengan A Compass Rose sebagai kebudayaan dan sistem kepercayaan di Jepang.
  • Arah Selatan pada A Compass Rose memiliki filosofi yang artinya adalah “kedatangan” (ri), sehingga letak entrance khususnya pada bangunan umum, bangunan ritual dan banguanan pemerintahan berada pada bagian selatan.
  • Kamar mandi tidak ditempatkan di bagian Timur Laut karena menurut kepercayaan Jepang (kebudayaan) dapat menimbulkan penyakit.
  • Taman dibuat di bagian Timur Laut yang diyakini sebagai penangkal setan dan dapat diyakini membawa keberuntungan bagi anggota keluarga.
  • Perletakan taman tidak boleh berada di arah Barat Daya karena membawa dampak yang buruk yaitu kemiskinan.
  • Ruang minum teh “Chashitsu” pada arsitektur Jepang tradisional berbeda dengan arsiterktur Jepang modern, di sini ruang minum teh letaknya tidak diharuskan pada sisi/ samping bangunan.
  • Perluasan bangunan dapat dilakukan kecuali ke arah Timur Laut karena menurut kepercayaan Jepang apabila perluasan dilakukan pada arah tersebut dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Jenis Taman Jepang


Taman dalam bahasa Jepang disebut sebagai “Niwa Sono.” Kata-kata ini merupakan konsep utama taman Jepang yang menciptakan keselarasan antara alam dan keindahan buatan manusia. “Niwa” berarti alam bebas dan “Sono” berarti lahan yang dipagari. Taman Jepang, dari segi desain memang sangat mementingkan kualitas spiritual, estetika dan pengalaman intelektual bagi yang menikmatinya.

Taman memiliki makna yang sangat penting bagi orang Jepang, karena merupakan representasi dari alam sekitar. Dalam perkembangannya taman Jepang dipengaruhi oleh filosofi Shinto, Budha dan Tao. Semua filosofi ini menghadirkan nuansa spiritualitas yang kental dalam taman Jepang. Di jaman dahulu, taman Jepang sering digunakan sebagai tempat untuk bermeditasi.

Di era tahun 90-an, taman Jepang sempat populer dengan hamparan rumput Jepang, bonsai cemara udang dan aksen batu alam. Padahal gaya itu merupakan adopsi dan bukan gaya sesungguhnya dari taman Jepang.
Secara umum, tipe taman Jepang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, seperti : Taman air/taman danau, Taman alami/taman natural, Taman batu dan pasir, Taman teh, Taman datar.


Taman air/taman danau
Taman ini biasanya memiliki ukuran paling besar dibandingkan tipe lainnya, sehingga sudut pandang menarik (focal point) yang dimilikinya menjadi banyak. Komponen penyusunnya pun paling beragam di antara taman-taman yang lain. Taman ini umumnya memiliki kolam plus aliran air atau air terjun. Biasanya di atas kolam terdapat jembatan yang disebut dengan “Jembatan Bulan.” Patung yang terdapat di taman ini ada dua. Yang pertama berbentuk kura-kura yang melambangkan usia panjang dan yang kedua adalah angsa yang melambangkan kesehatan prima. Taman ini umumnya memiliki warna-warni bunga yang lebih beragam.

Taman alami/taman natural 
Disebut natural, karena taman ini dirancang sedemikian rupa, sehingga burung-burung dan hewan pengerat (kelinci, marmut) bisa tinggal di dalamnya. Taman ini didominasi oleh hijaunya lumut dan nilainya menjadi sempurna bila terdapat kolam atau aliran air yang asli (bukan buatan). Taman jenis ini umumnya memiliki bangunan kecil semacam gazebo yang dinamai “Azumaya”. Konsep taman ini secara keseluruhan adalah

Taman Jepang


Taman dalam bahasa Jepang disebut sebagai “Niwa Sono.”  “Niwa” berarti alam bebas dan “Sono” berarti lahan yang dipagari. Kata-kata ini merupakan konsep utama taman Jepang yang menciptakan keselarasan antara alam dan keindahan buatan manusia. Taman Jepang, dari segi desain memang sangat mementingkan kualitas spiritual, estetika dan pengalaman intelektual bagi yang menikmatinya.



Prinsip dasar taman Jepang adalah miniaturisasi dari lanskap atau pemandangan alam empat musim di Jepang. Elemen dasar seperti batu-batu dan kolam dipakai untuk melambangkan lanskap alam berukuran besar.

Taman memiliki makna yang sangat penting bagi orang Jepang, karena merupakan representasi dari alam sekitar. Dalam perkembangannya taman Jepang dipengaruhi oleh filosofi Shinto, Budha dan Tao. Semua filosofi ini menghadirkan nuansa spiritualitas yang kental dalam taman Jepang. Di jaman dahulu, taman Jepang sering digunakan sebagai tempat untuk bermeditasi.

Filosofi Taman Jepang


Taman Jepang di desain menurut arah mata angin adalah sumbu Timur Laut- Barat Daya “ gate of demon “ dan “ gate of man “ merupakan sesuatu yang bertolak belakang sehingga harus diberikan perhatian lebih, seperti kebun pada arah Timur Laut merupakan tempat untuk menangkal setan dan menjamin keberuntungan, sedangkan pada arah Barat Daya tidak memberikan apa-apa kecuali kemiskinan bagi semua anggota keluarga.

Taman memiliki makna yang sangat penting bagi orang Jepang, karena merupakan representasi dari alam sekitar. Dalam perkembangannya taman Jepang dipengaruhi oleh filosofi Shinto, Budha dan Tao. Semua filosofi ini menghadirkan nuansa spiritualitas yang kental dalam taman Jepang. Di jaman dahulu, taman Jepang sering digunakan sebagai tempat untuk bermeditasi.

Tema "Menghadirkan tanaman di antara ruang" banyak dipakai di Jepang. Taman ini disebut Tsubo-niwa. Keberdaannya bisa memberi nuansa luar ruangan dengan masuknya sinar matahari dan udara segar. Tanaman kecil menghiasi bebatuan berkombinasi lentera batu membentuk sebuah pemandangan alami.


Bisa juga ditemukan taman berisi hanya 2-3 pohon contohnya taman kering ( karesansui), yang mengandung filosofi ditampilkan hamparan pasir digambarkan sebagai laut,serta batu dianggap pulau. Selain itu kolam dan batu- batu kecil dijadikan laut dan pulau serta gundukan tanah untuk miniatur gunung.

Elemen Taman Jepang


Walaupun teknologi bertambah maju, lahan berkurang, tapi rumah-rumah modern Jepang selalu menempatkan taman walaupun kecil atau hanya berupa taman kering (karresansui) maupun tanaman – tanaman kecil dalam pot (bonsai) sebagai suatu tradisi dan budaya yang tetap dipertahankan termasuk filosofi-filosofi pada setiap elemen tamannya. 

Tanaman yang digunakan berukuran kecil, pendek dan ramping dan berisikan 2-3 pohon. Ukuran taman Jepang lebih kecil disebabkan oleh perkembangan penduduk sehingga lahan lebih terbatas.

Batuan,air, pasir dan pepohonan merupakan unsur atau materi yang sangat penting dalam taman Jepang. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur tersebut memiliki vilisofis dan karakter yang berlainan. Warna yang alamipun ternyata sangat menentukan (hitamnya batu, putihnya pasir, hijaunya pepohinan dan sebagainya) merupakan sesuatu yang penting dalam membuat komposisi yang baik.

Batuan dalam taman Jepang memiliki karakter atau sifat yang keras dan kokoh. Penyusunan batu pun memiliki aturan, pertama diletakan batu yang paling penting (batuan yang lebih besar), kemudian batu berikutnya (lebih ikecil) , yang memiliki keselarasan . 

Pengaturan batu-batu pijakan dibuat secara artistik dan praktis sehingga para tamu tidak menginjak rumput ketika menuju rumah. Batu yang dikelilingi pasir mencerminkan pulau ditengah lautan. Pasir putih dan bebatuan biasanya digunakan pada taman kering (karresansui)

Konsep Taman Jepang


Fungsi utama taman Jepang adalah untuk memuaskan kebutuhan psikologis manusia akan keindahan dan untuk memperkaya hidup yang menyatakan misteri akan alam. Bagi Jepang kehidupan alam dan seluruh komponen seperti batu, tanaman, dan air memiliki jiwa sama halnya dengan manusia. Masing-masing elemen membutuhkan perhatian dan kehadiran masing-masing elemen sangat penting. 

Desain taman modern menuntut lebih banyak kebebasan dan mereka merubah sebagai hasrat dari desain tradisi Karesansui / taman batu dan kerikil.golongan desainer modern menggunakan retakan pecahan dan batu yang tidak pernah digunakan di tradisional. Tidak hanya abstraksi dan kegunaan material baru, tapi keluasan karakter skala akan tamn Jepang, taman untuk jalan-jalan, taman dengan kolam dan air terjun, dan taman batu dan kerikil masih dibuat sampai sekarang.

Konsep taman Jepang dibuat seperti pulau-pulau dalam kolam harus mencerminkan untaian kabut. Setiap pulau ditampilkan asimetris dan dikelilingi garis-garis yang menggambarkan ombak. Perbatasan antara daratan dan air dibuat dari batu-batu kecil yang mencerminkan pantai berpasir.



Elemen batu dalam taman jepang digolongkan pada dua jenis yaitu Kazarishi yang dihargai keindahannya Sute-ishi yang memiliki sedikit estetika. Dua jenis batu ini harus digunakan agar penampilan taman lebih indah, seimbang serta alami.

Untuk menerangi jalan setapak pada malam hari, dipasang batu lentera batu (toro) . Perancang Jepang cendrung mengarahakan batu-batu secara horizontal.


Taman mempunyai hubungan dengan ruang dalam (interior), sehingga keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Shoji


Shoji (arti harfiah: penyekat ruang), Pada arsitektur Jepang, Shoji adalah panel dari rangka kayu berlapis kertas transparan. Kertas pelapis dapat berupa washi atau kertas bercampur serat sintetis. Dalam arsitektur tradisional Jepang, shoji berfungsi sebagai pintu dorong, atau ketika dipasang permanen sebagai jendela atau partisi. Shoji yang dikenal sekarang ini, dulunya disebut akarishoji karena dalam keadaan tertutup, shoji masih tembus cahaya.

Akhir abad ke-12 hingga awal abad ke-13, orang mulai membuat partisi yang hanya ditempel kertas atau sutra pada salah satu sisinya, dan dikenal hingga sekarang sebagai akarishoji. Partisi seperti ini cukup untuk menjaga privasi orang yang berada di dalam dan melindungi ruangan dari pengaruh udara luar.


Shoji membuat ruangan jadi terang karena sinar matahari dapat menembus shoji dan juga dapat menyerap kelembapan dan insulator terhadap panas dan dingin.

Bila kertas pelapis rusak, kertas lama bisa dilepas dan diganti dengan kertas baru. Ketika tidak diperlukan, shoji bisa dilepas dengan mudah karena ringan. Luas ruangan yang disekat dengan shoji bisa diubah-ubah sesuai keperluan. 

Jika shoji difungsi sebagai pintu dorong, shoji dipasang di antara rel kayu; rel bagian atas disebut kamoi dan rel bagian bawah disebut shikii. 

Saat ini pemakaian shoji mulai berkurang, hal ini karena adanya kaca dan tirai, terutama setelah dibuat shoji yang memakai kaca. 

Berdasarkan fungsinya, shoji juga diberi nama seperti: yukimi shoji yang sebagian dibuat dari kaca agar untuk melihat keadaan salju di luar.

Fasade (Dinding) Arsitektur Jepang

FILOSOFI :

Fasade atau wajah pada arsitektur Jepang, tampak depan bangunan merupakan media perantara antara ruang luar dan ruang dalam yang membentuk karakter tertentu , selain itu juga merupakan wujud dari hubungan antara kesan visual luar bangunan dengan fungsi bangunan tersebut. Dinding merupakan wujud dari hubungan antara kesan visual luar bangunan dengan fungsi bangunan tersebut .Dinding merupakan wujud bidang dalam penampilannya dapat berbentuk horisontal maupun vertikal dan biasanya dinding bersifat fleksibel yang mudah dapat dipindahkan. 

KONSEP : 
Dinding pada arsitektur Jepang terbuat dari material yang berasal dari alam seperti kayu dan kertas shoji Supaya lebih menarik biasanya diberi tekstur, warna maupun ornamen atau detail tertentu.

  • Mulai berkembangnya material selain kayu dan kertas shoji, seperti dipakainya material kaca, Corrugated steel, kramik dll.
  • Prinsip desain material yang dipakai sesuai dengan iklim empat musimnya dan bersifat ringan dengan konsep simplicity yang masih dipertahankan.
  • Mulai dipakainya dinding dengan meterial yang lebih kokoh ( sebagai aspek keamanan). Seperti dinding bata yang diplester.

Bentuk Atap Arsitektur Japang


FILOSOFI:

Arsitektur Jepang kuno menggunakan atap jerami dan ranting-ranting pohon. Pada abad pertengahan, Jepang menggunakan atap kayu, hinoki ( cypress ) dan sugi (cedar ). Bentuk-bentuk atap ini banyak digunakan pada bangunan pertanian, kuil dan bangunan-bangunan suci.Atap genteng dalam bentuk maru garawa memasuki Jepang bersamaan dengan kebudayaan Budha dari Cina pada awal abad ke 6, tapi diperlukan waktu lebih dari satu milenium untuk menggunakan atap pada bangunan rumah tinggal.

KONSEP :
- Terdapat tipe atap Jepang yaitu:
  a. Kirizuma / Gabled roof / Atap pelana

  b. Yosemunu /hipped roof / Atap perisai

  c. Iramoya /Atap gabungan antara pelana dan perisai

  d. Koshiore-kirizuma / Mansard dan atap Kabuto-zukiri / Helmet

- Bentuk atap tradisional masih dipakai ( atap Perisai , Pelana dan gabungan dari Perisai dan Pelana ) dengan material yang lebih bervariasi
Sudut atap lebih rendah lebih rendah ±300

Berkembangnya bentuk atap yang dipengaruhi oleh arsitektur Barat, seperti adanya atap mansard ( Konshiore-krizuma), atap lengkung, dll